Palang Merah Dilibatkan Evakuasi Wanita-Anak.
BANGKOK - Jalanan Bangkok yang sudah berubah laksana zona perang telah mencabut nyawa setidaknya 25 orang. Otoritas setempat pun berupaya mengevakuasi anak-anak dan wanita dari zona demonstrasi di Ratchaprasong. Palang Merah Internasional akan dilibatkan di kancah bentrokan antara militer dan demonstran anti pemerintah tersebut.
"Kami akan membantu mereka pulang," terang Juru Bicara Militer Kolonel Sunsern Kaewkumnerd kepada wartawan kemarin (16/5). Selain melibatkan lembaga independen, pemerintah meminta polisi berkoordinasi dengan Kementerian Pengembangan Sosial dan Keamanan Masyarakat, media, serta lembaga swadaya masyarakat untuk mengontrol proses evakuasi tersebut.
"Mereka (demonstran, Red) bisa meninggalkan kamp mereka melalui berbagai jalur yang kami jamin aman. Bukan hanya anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia. Pria juga bisa kami fasilitasi untuk meninggalkan zona demonstrasi asal menunjukkan bahwa mereka tidak bersenjata," lanjutnya seperti dikutip Agence France-Presse (AFP).
Sunsern menyatakan, evakuasi akan dilakukan hingga hari ini pukul 15.00. Operasi militer dimulai Kamis lalu (13/5) untuk menutup zona demonstran dari masuknya massa tambahan dari berbagai daerah. Militer mendesak agar demonstran meninggalkan kamp yang telah dikuasai lebih dari dua bulan tersebut. Tentara pun meminta agar massa yang disebut Kaus Merah itu membubarkan diri.
Selain menewaskan 25 orang, lebih dari 200 lainnya dilaporkan luka-luka. Seorang fotografer AFP melaporkan, dua demonstran tertembak dan terkapar di jalanan dengan luka cukup parah di dekat lokasi yang dikuasai demonstran. Keduanya berada di antara massa yang melempari tentara dengan batu dan bom molotov. Ambulans langsung menjemput korban, lalu membawanya ke rumah sakit terdekat.
Sejumlah analis berpendapat, jatuhnya banyak korban dalam operasi tersebut disebabkan pemerintah sengaja memilih personel tentara yang brutal karena demonstran sudah bersiaga dan menanti penggerebekan yang bertujuan membubarkan mereka. "Saya tidak tahu, apakah itu menunjukkan kurang adanya kemauan politik (untuk menyelesaikan secara damai, Red) atau kegagalan taktik operasi militer," ujar Anthony Davis, seorang analis dari Jane's Defence Weekly, kepada AFP.
Bentrokan berdarah terakhir berawal saat tentara berupaya mengunci semua akses ke zona demonstrasi. Aparat memutus jaringan telepon, listrik, dan air serta mendirikan sejumlah pos pemeriksaan di beberapa jalan menuju wilayah yang dikuasai demonstran. Selain itu, aparat menempatkan sejumlah penembak jitu di sekitar Ratchaprasong.
Analis lain, Joshua Kurlantzick dari Dewan Hubungan Luar Negeri Asia Tenggara, menjelaskan bahwa munculnya faksi di tubuh militer yang mendukung demonstran dan sejumlah kegagalan operasi militer, termasuk upaya penangkapan sejumlah pemimpin massa Kaus Merah di sebuah hotel, mengakibatkan buruknya koordinasi di internal aparat keamanan.
"Tidak adanya saling percaya di antara personel tentara dan komandan saat melakukan operasi militer dan operasi non kekerasan kala membubarkan demonstran membuat militer frustrasi serta mengakibatkan tentara berubah menjadi brutal," tulis Joshua.
Selain itu, saat ini pemerintah, sepertinya, khawatir atas akibat digelarnya operasi militer yang pasti memicu polemik di dunia internasional. "Pemerintah tak peduli betapa brutalnya demonstrasi massa Kaus Merah beberapa minggu lalu. Pemerintah tidak mau memberikan cek kosong kepada militer untuk bertindak keras terhadap demonstran," papar Sunai Phasuk, analis dari Human Rights Watch. "Pemerintah sangat sensitif terhadap opini publik," tambahnya.
Operasi militer 10 April lalu untuk membubarkan zona demonstrasi berakhir dengan kegagalan yang memalukan. Dalam tragedi tersebut, 25 orang tewas dan lebih dari 800 lainnya terluka. Militer akhirnya mundur dengan banyak korban di pihaknya. (cak/c11/dos)
taken from JawaPoshtt
BANGKOK - Jalanan Bangkok yang sudah berubah laksana zona perang telah mencabut nyawa setidaknya 25 orang. Otoritas setempat pun berupaya mengevakuasi anak-anak dan wanita dari zona demonstrasi di Ratchaprasong. Palang Merah Internasional akan dilibatkan di kancah bentrokan antara militer dan demonstran anti pemerintah tersebut.
"Kami akan membantu mereka pulang," terang Juru Bicara Militer Kolonel Sunsern Kaewkumnerd kepada wartawan kemarin (16/5). Selain melibatkan lembaga independen, pemerintah meminta polisi berkoordinasi dengan Kementerian Pengembangan Sosial dan Keamanan Masyarakat, media, serta lembaga swadaya masyarakat untuk mengontrol proses evakuasi tersebut.
"Mereka (demonstran, Red) bisa meninggalkan kamp mereka melalui berbagai jalur yang kami jamin aman. Bukan hanya anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia. Pria juga bisa kami fasilitasi untuk meninggalkan zona demonstrasi asal menunjukkan bahwa mereka tidak bersenjata," lanjutnya seperti dikutip Agence France-Presse (AFP).
Sunsern menyatakan, evakuasi akan dilakukan hingga hari ini pukul 15.00. Operasi militer dimulai Kamis lalu (13/5) untuk menutup zona demonstran dari masuknya massa tambahan dari berbagai daerah. Militer mendesak agar demonstran meninggalkan kamp yang telah dikuasai lebih dari dua bulan tersebut. Tentara pun meminta agar massa yang disebut Kaus Merah itu membubarkan diri.
Selain menewaskan 25 orang, lebih dari 200 lainnya dilaporkan luka-luka. Seorang fotografer AFP melaporkan, dua demonstran tertembak dan terkapar di jalanan dengan luka cukup parah di dekat lokasi yang dikuasai demonstran. Keduanya berada di antara massa yang melempari tentara dengan batu dan bom molotov. Ambulans langsung menjemput korban, lalu membawanya ke rumah sakit terdekat.
Sejumlah analis berpendapat, jatuhnya banyak korban dalam operasi tersebut disebabkan pemerintah sengaja memilih personel tentara yang brutal karena demonstran sudah bersiaga dan menanti penggerebekan yang bertujuan membubarkan mereka. "Saya tidak tahu, apakah itu menunjukkan kurang adanya kemauan politik (untuk menyelesaikan secara damai, Red) atau kegagalan taktik operasi militer," ujar Anthony Davis, seorang analis dari Jane's Defence Weekly, kepada AFP.
Bentrokan berdarah terakhir berawal saat tentara berupaya mengunci semua akses ke zona demonstrasi. Aparat memutus jaringan telepon, listrik, dan air serta mendirikan sejumlah pos pemeriksaan di beberapa jalan menuju wilayah yang dikuasai demonstran. Selain itu, aparat menempatkan sejumlah penembak jitu di sekitar Ratchaprasong.
Analis lain, Joshua Kurlantzick dari Dewan Hubungan Luar Negeri Asia Tenggara, menjelaskan bahwa munculnya faksi di tubuh militer yang mendukung demonstran dan sejumlah kegagalan operasi militer, termasuk upaya penangkapan sejumlah pemimpin massa Kaus Merah di sebuah hotel, mengakibatkan buruknya koordinasi di internal aparat keamanan.
"Tidak adanya saling percaya di antara personel tentara dan komandan saat melakukan operasi militer dan operasi non kekerasan kala membubarkan demonstran membuat militer frustrasi serta mengakibatkan tentara berubah menjadi brutal," tulis Joshua.
Selain itu, saat ini pemerintah, sepertinya, khawatir atas akibat digelarnya operasi militer yang pasti memicu polemik di dunia internasional. "Pemerintah tak peduli betapa brutalnya demonstrasi massa Kaus Merah beberapa minggu lalu. Pemerintah tidak mau memberikan cek kosong kepada militer untuk bertindak keras terhadap demonstran," papar Sunai Phasuk, analis dari Human Rights Watch. "Pemerintah sangat sensitif terhadap opini publik," tambahnya.
Operasi militer 10 April lalu untuk membubarkan zona demonstrasi berakhir dengan kegagalan yang memalukan. Dalam tragedi tersebut, 25 orang tewas dan lebih dari 800 lainnya terluka. Militer akhirnya mundur dengan banyak korban di pihaknya. (cak/c11/dos)
taken from JawaPoshtt